Malam 1782016 Aku bertemu Bung malam ini. Memutar 71 tahun lalu, dari Rengasdengklok hingga Teks Proklamasi disiapkan. Bung ada telaga perih di matanya, “Bukan seperti ini maksudku
Dzikirku Apiku Ada yang manemaniku malam ini. Hatiku yang berdzikir: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar… Terima kasih yaa Rob tak pernah kau ijinkan gentar merobek semangatku. Yaa hayyu
Bung Karno Bapak Bangsa oleh: Rieke Diah Pitaloka Lelaki berdiri tegar Dinding penjara tak bisa lumpuhkan Gelora perjuangan Untuk tanah air dan bangsa * Semaikan mimpi tebarkan cita-cita Merdeka s
70 tahun Indonesia merdeka. Sudah 70 tahun kita tetap bertahan menjadi Indonesia yang merdeka. 70 tahun kita tetap menyatakan diri sebagai Indonesia. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasang suru
aku akan kembali semoga bung bersamaku dan aku jadi kita kumpulan pembangkang yang melanjutkan menggali gorong-gorong perlawanan dari kampung ke kampung dari desa ke desa dari gang ke gang kota di
Setiap pagi, bila langit sedang bahagia, kalangkang gunung menyerung kota kecil itu. Warnanya lebih tua dari langit, meski sama-sama biru. Saat matahari menggeliat, raut pegunungan ikut merona. Lek
matamu memandang mataku, jemarimu menyentuh jemariku, kau tersenyum, aku tersipu; awal kasih yang sederhana, karena Sayangmu tak lebih dari sepenggal pagi yang selalu membangunkan kau singka
tak akan berhenti di sini terlanjur kutoreh ikrar pada ibu yang dihisap putingnya hingga kering susunya hingga kerontang payudaranya hingga nanah yang tersisa untuk adik yang busung yang lahir saat
aku masih terbayang anak kecil kerontang di siang di pinggir jalan kota karawang anak kecil bajunya usang kulit matang terpanggang tubuh kecil di atas timbunan botol plastik menjulang wajah kipasi
di timur tak ada matahari barat mengemasnya jadi: sebungkus burger sekaleng soft drink sekerat steik segelas wine di timur tak kujumpai matahari barat mengunyahnya barat menelannya barat mem